Mahasiswa MPI Berbincang tentang Pengabdian di Perbatasan Indonesia bareng Pelopor Literasi Dusunku

Sabtu, 13 Maret 2021, Dwi Izka Failandri Mahasiswi Prodi Manajemen Pendidikan Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta usai melakukan pengabdian di daerah perbatasan diajak untuk bercerita tentang pengalamannya melalui program Bincang Santai (BISAN) yang diselenggarakan oleh PLD (Pelopor Literasi Dusunku) dengan Tema “Mengabdi di Perbatasan Indonesia”. PLD sendiri salah satu komunitas pemberdayaan masyarakat dibawah naungan Yayasan Graha Mada Munaadin, khususnya untuk mengembangkan literasi di masyarakat dusun. Bisan ini dilakukan secara online dengan menggunakan live streaming melalui akun Instagram @peloporliterasi.dusunku dan @failandriizka. Kegiatan pengabdian yang dilakukan Failandri ini, merupakan salah satu pengejawentahan pengabdian dan sikap kecendekiawanan mahasiswa, khususnya ia sebagai mahasiswa program studi Manajemen Pendidikan Islam.
Sesuai dengan temanya yakni “Mengabdi di Perbatasan Indonesia” Failandri bercerita tentang pengalaman pengabdiannya yang dilakukannya di daerah perbatasan tepatnya di Dusun Puntikayan, Desa Nekan, Entikong yang merupakan wilayah 3T (Terdepan, Terluar dan tertinggal). Daerah tersebut merupakan wilayah perbatasan Indonesia dengan Malaysia. Pengabdian ini ia lakukan bersama tim delegasi Sahabat Lintas Batas yang diselenggarakan oleh Komunitas YATC Indonesia. Mulai dari keberangkatan yang menggunakan Kapal Lawit, menempuh waktu sekitar 3 hari 2 malam untuk sampai di Pelabuhan Dwikora (Pontianak) dari Pelabuhan Tandjung Priuk (Jakarta). Selain itu, tempat perbatasan yang menjadi lokasi pengabdian juga lumayan jauh. Jarak yang ditempuh lebih dari 250 KM dengan estimasi waktu perjalanan kurang lebih 8-9 jam dengan menggunakan kendaraan umum berupa bus perbatasan.
Menurut Failandri, berada di daerah perbatasan tidak membosankan, meskipun tidak ada jaringan internet yang terjangkau, lampu yang terbatas dikala malam hari, dan jauh dari perkotaan. Daerah perbatasan yang masih asri, jauh dari hiruk piruk perkotaan, jauh dari bisingan kendaraan bermotor apalagi polusi udara. Berbiacara daerah perbatasan, tentunya ada beberapa faktor yang masih terbatas, seperti pelayanan kesehatan, pendidikan dan yang lainnya. Meskipun serba terbatas, masyarakat di perbatasan sangat ramah dan menyambut para volunteer dengan hangat. “Pendidikan disana masih amat terbatas, disana hanya ada satu gedung Sekolah Dasar dan bangunannya pun masih terbatas, hanya ada 3 ruang kelas, 1 ruang guru (kantor) dan 1 perpustakaan kecil, jadi adek-adek disana mereka sekolah nya menggunakan sistem shift atau gantian, ada yang masuk pagi dan ada yang masuk siang. Jadi nggak heran misal pendidikan disana masih minim dan mayoritas hanya lulusan Sekolah Dasar” tutur Failandri kala itu.
Di sisi yang lain, Failandri mengungkapkan bahwa melalui program pengabdian ini ia mendapatkan pengalaman dan ilmu yang belum ia dapat, khususnya ketika di bangku sekolah formal. Selain itu, ia juga percaya bahwa sudah menjadi tugas dan kewajibannya sebagai pemuda untuk menjelajah negeri sambil berbagi ilmu yang ia miliki. Failandri berharap bahwa kegiatan yang diselenggarakan oleh Pelopor Literasi Dusunku, bisa menjadi jembatan untuk teman-teman dusun, para pemuda pemudi, ataupun mahasiswa untuk ikut berbagi dan mengabdi kepada masyarakat. “Jadilah seperti air, ia tidak mewah namun bermanfaat bagi kehidupan” tutur Failandri dalam closing statement Bisan PLD tersebut. Kalimat itu menjadi mood booster Failandri untuk terus melakukan pengabdian tidak hanya di pulau jawa, namun juga sampai ke daerah pelosok perbatasan Indonesia. (dwi)